Artikel Diskriminasi (Definisi, Jenis, dan Kasus)
"Disadur dari berbagai sumber "
1. Pengertian Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada
pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan
karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan
suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena
kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil
karena karakteristik suku, antargolongan,
kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga
merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung,
terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan
karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang
yang sama.
Diskriminasi tidak langsung,
terjadi saat peraturan yang bersifat netral
menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
2. Aneka Bentuk Diskriminasi
dan Contohnya
Selain karena faktor keinginan untuk menguasai harta kekayaan di daerah baru tersebut, bangsa-bangsa Eropa tersebut juga merasa memiliki keunggulan ras dibandingkan dengan ras bangsa jajahannya. Peristiwa penjajahan tersebut berlangsung hingga awal abad ke-20-an, namun tindakan rasisme ternyata masih belum hilang sepenuhnya bahkan hingga saat ini.
Rasisme adalah suatu doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan ras manusia menentukan pencapaian budaya suatu individu atau bangsa, oleh karenanya doktrin ini menganggap suatu ras tertentu bisa jadi lebih superior daripada ras yang lainnya sehingga memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.
Bentuk tindakan diskriminasi rasial ini berbeda-beda, namun secara umum terdiri dari:
Sikap Diskriminasi Etnosentrisme
Sikap diskriminasi ras yang pertama adalah etnosentrisme, yaitu pandangan yang merasa bahwa kelompoknya sendiri adalah pusat segalanya, sehingga semua kelompok yang lainnya selalu dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompoknya. Maka dengan demikian etnosentrisme selalu menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik.Orang yang berprinsip etnosentris cenderung kurang kurang bergaul karena hanya bergaul dengan kalangannya saja, tidak mau membuka wawasan, dan fanatik, pemeluk agama yang fanatik.
Di masa lalu, banyak peperangan yang terjadi dikarenakan sikap etnosentrisme ini. Salah satu faktor penyebabnya dikarenakan belum majunya teknologi komunikasi dan transportasi, sehingga interaksi lintas budaya masih minim terjadi. Namun pada kenyataannya, praktik diskriminasi ras seperti ini masih terjadi pada era modern seperti yang terjadi di Afrika Selatan dengan politik apartheidnya sebelum dihapus pada 1994.
Pada saat apartheid masih diberlakukan, perbedaan ras dilembagakan melalui undang-undang. Akibatnya, seluruh aspek kehidupan masyarakat menjadi dibedakan berdasarkan ras dan warna kulitnya. Sekolah, tempat umum, tempat ibadah, bahkan toilet pun berbeda, ada yang khusus untuk warga berkulit hitam dan ada yang untuk warga kulit putih. Akibatnya yang menderita adalah warga berkulit hitam karena mereka hanyalah warga kelas dua di tanah kelahirannya sendiri.
Namun setelah dihapusnya apartheid ini, keadaan berbalik 180 derajat, nama-nama kota yang berbau kulit putih dihapus dan diganti, tanah-tanah dan kebun milik warga kulit putih diserobot oleh warga kulit hitam, warga kulit putih kini berada di bawah tekanan warga kulit hitam. Pendek kata, diskriminasi ras masih menjadi PR besar bagi Afrika Selatan.
Sikap Diskriminasi Xenophobia
Sikap diskriminasi ras berikutnya adalah xenophobia. Xenophobia berasal dari kata Yunani, xenos dan phobos. Xenos artinya orang asing, dan phobos artinya ketakutan. Jadi xenophobia adalah ketakutan yang berlebihan terhadap orang asing, atau segala sesuatu yang berbau asing. Contoh nyata sikap xenophobia ini adalah kejadian pasca perhelatan Piala Dunia di Afrika Selatan 2010 lalu.Sikap ketakutan yang berlebihan terhadap orang asing tersebut bisa berubah menjadi aksi anarki seperti yang terjadi dua tahun sebelum perhelatan tersebut dimulai tepatnya pada bulan Maret 2008. Pada waktu itu korban tewas bahkan mencapai 62 orang karena diserang massa yang ketakutan yang tidak mendasar tersebut.
Pada saat Piala Dunia 2010 usaipun terjadi aksi serupa tepatnya pada 12 Juli 2010 di daerah Khayelietsha kota Cape Town. Sekelompok orang melakukan teror terhadap para pedagang asal Somalia, Zimbabwe, Nigeria, Mozambik, dan negara Afrika lainnya sehingga mereka takut untuk membuka toko atau menggelar dagangannya. Para warga yang terjangkit Xenophobia tersebut melakukan ancaman dan meneror para pendatang. Bukan itu saja, mereka juga menjarah barang-barang yang ada di toko.
Sikap Diskriminasi Miscegenation
Miscegenation adalah sikap diskriminasi yang menolak terjadinya hubungan antar ras, termasuk dalam hal kawin campur antar ras yang berbeda. Sikap ini sangat menjaga kemurnian rasnya dan berusaha sekuat mungkin agar tidak “terkotori” oleh kawin campur antar ras. Sejarah mencatat Hitler dengan nazinya adalah kelompok yang sangat mendukung sikap miscegenation ini. Ia berpandangan bahwa ras arya adalah ras yang paling unggul di dunia, oleh karena itu harus dijaga kemurnian rasnya.Oleh karena itulah pada saat ia berkuasa ribuan nyawa non arya seperti yahudi, turki, gypsi dan lain-lain menjadi korban sikap politik diskriminasi yang ia terapkan. Hingga akhir hayatnya Hitler dan holocaust telah menelan korban tak kurang berjumlah enam juta jiwa.
Di Amerika Serikat pernah subur organisasi yang bersikap diskriminasi terhadap ras klulit hitam yang bernama Ku klux Klan. Kelompok rasis ini berkeyakinan bahwa kulit putih adalah ras yang terbaik di dunia. Mereka mendirikan organisasi Ku klux Klan ini dengan maksud untuk berjuang memberantas ras kulit hitam danras minoritas lainnya di Amerika seperti Yahudi, Muslim, India, China dan Katolik Roma.
Organisasi Ku Klux Klan ini dinyatakan terlarang oleh pemerintah AS empat tahun setelah berdirinya. Namun pada kenyataannya, aksi teror, pembakaran dan pembunuhan terus terjadi. warga kulit putih yang menjadi pelindung kulit hitampun dijadikan sasaran.
Hingga saat ini organisasi Ku klux Klan masih sering meneror warga walau intensitasnya sudah jauh berkurang seperti yang terjadi di tepi Sungai Pearl Sun sekitar 90 kilometer sebelah utara New Orleans, Louisiana. Seorang wanita tewas oleh kelompok Ku Klux Klan saat akan pergi meninggalkan ritual pelantikan anggota Ku klux Klan di Louisiana, AS.
Jasadnya ditemukan di balik semak-semak pinggir jalan, beberapa kilometer dari tempat ritual upacara pengangkatan anggota baru Ku klux Klan dilakukan. Saat polisi datang ke lokasi, 8 orang anggota Ku klux Klan ditangkap beserta sejumlah beberapa bendera organisasi, senjata api, dan enam jubah khas Ku klux Klan.
Sikap diskriminasi ras miscegenation ini dapat mengakibatkan proses asimilasi tidak dapat berjalan dengan baik. Padahal asimilasi sangat diperlukan terutama di negara-negara yang multikultural seperti Indonesia ini.
Sikap Diskriminasi Stereotipe
Stereotipe termasuk bentuk dari sikap diskriminasi ras, sebab menilai seseorang hanya berdasarkan persepsi kepada kelompok di mana orang tersebut berasal. Stereotip bisa juga diartikan sebagai sikap mengeneralisir terhadap suatu kelompok tertentu. Jadi tak penting apa dan bagaimana sesungguhnya seseorang di mata pengikut sikap diskriminasi ras ini.Apa pun dan bagaimana pun yang dilakukan orang lain, maka tak mempengaruhi penilaian terhadap orang tersebut, sebab mereka telah memiliki penilaian tersendiri yang bersikap general. Saat ini sikap diskriminasi stereotip ini masih sering dijumpai di berbagai tempat.
Orang-orang berwajah Asia Tenggara yang berkulit coklat seringkali mendapatkan perlakuan tidak simpatik saat berbelanja di negara-negara Eropa dan Amerika. Sebab orang kulit putih tersebut beranggapan orang-orang Asia tenggara adalah ndeso, norak, kampungan dan miskin, jadi tak perlu dilayani dengan baik.
Demikian pula yang dialami para pemain bola berkulit hitam atau mereka beragama Islam di ilga-liga sepak bola Eropa. Kata-kata “negro” yang mengacu pada pemain bola berkulit hitam dan “teroris” yang ditujukan pada pemain sepak bola muslim seringkali terjadi di lapangan hijau, baik yang diucapkan oleh sesama pemain maupun oleh penonton.
Kasus yang terjadi pada pemain sepak bola asal Perancis keturunan Aljazair, Zinedine Zidane maupun pemain internasional klub kaya Inggris Manchester United Patrice Evra adalah contohnya bagaimana agama dan warna kulit sering menjadi sasaran sikap diskriminasi ini.
3.
DISKRIMINASI SOSIAL DI UJUNG KULON
Oleh: Herman Fauzi
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat; dan Allah melarang
kamu melakukan perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pelajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:90)
Pesan moral Al-Quran ini juga dapat dilihat
dalam keteraturan kehidupan di hutan di mana keanekaragaman hayati hidup
bersama secara harmonis. Dunia flora dan fauna adalah sebuah ekosistem yang
secara alami membentuk mozaik yang indah. Walaupun mereka hidup berkompetisi,
tetapi tidak mengharuskan yang lain keluar dari ekosistem yang sama.
Pembangunan menghendaki suatu perwujudan
system social yang adil, memakmurkan bersama dan memudahkan masyarakat dalam
proses produksi secara efektif dan efisien. Namun apa yang nampak dan dirasakan
di berbagai tempat, pembangunan bukan malah menciptakan kesejahteraan bersama,
melainkan mewujudkan praktek ketidakadilan dan diskriminasi. Ada yang secara
social-ekonomi dan politik diuntungkan namun ada juga yang dirugikan.
Berikut ini merupakan analisis terhadap
problem ketidakadilan dan diskriminasi social di Ujung Kulon. Masyarakat Ujung
Kulon adalah masyarakat yang berbatasan dengan kawasan taman nasional Ujung
Kulon (TNUK). Sedikitnya ada 14 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan
tersebut yang mencakup dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan
Sumur.
Kondisi Jalan
Kondisi jalan sepanjang 30 kilometer di
Kecamatan Sumur yang melewati Desa Kertamukti, Tunggaljaya, Cigorondong,
Tamanjaya dan Desa Ujungjaya, sejak provinsi Banten berdiri sampai sekarang tak
pernah mendapat sentuhan perbaikan. Tidak ada alasan yang pasti, selain
manipulasi dan praktek ketidakadilan. Kubangan dan bebatuan, krikil dan tanah
di sepanjang jalan -- yang tidak jelas identitas jalan itu -- adalah fenomena
atas diskriminasi social.
Mobilitas social-ekonomi penduduk bergerak
lamban. Kondisi jalan yang rusak berat menyebabkan sebagian penduduk tidak
dapat mengakses pendidikan setingkat SLTA. Juga banyak hal manfaat pembangunan
yang semestinya memudahkan warga berpartisipasi, tetapi jalan yang rusak
menyebabkannya terlambat dan terus tertinggal, sehingga tersisih dari berbagai
kemungkinan dan peluang kemajuan.
Rusaknya infrastruktur jalan juga
mengakibatkan mesin ekonomi di tingkat pedesaan mengalami biaya tinggi. Harga
semen saja di Desa Tunggaljaya mencapai Rp 75.000,- per zaq. Kondisi yang lebih
menyedihkan saat menjelang hari raya lebaran, biaya transportasi mencekik
masyarakat yang mudik. Ongkos ojek dan mobil dari Sumur ke Ujungjaya bisa
mencapai ratusan ribu rupiah padahal jarak tempuh hanya 10 kilometer saja.
Praktek ini telah berlangsung puluhan tahun sampai sekarang, tak ada
tanda-tanda untuk berubah. Alasan yang sering mengemuka adalah medan yang
ditempuh amat berat dan beresiko bagi kendaraan. Tentu saja kondisi jalan
yang rusak selain melelahkan, juga tidak efektif untuk mencapai beberapa kali
perjalananan.
Kondisi yang hampir sama dirasakan oleh
masyarakat di desa Mangkualam, Tugu, Cibadak dan Rancapinang di Kecamatan
Cimanggu. Pada musim hujan praktis tak ada kendaraan berlalu lalang, karena
kondisi jalan berkubang-kubang dan jeblok. Keprihatinan dirasakan oleh
anak-anak yang hendak bersekolah SLTA sehingga tidak mungkin dapat dikejar dari
rumah mereka, dan harus kos di sekitar sekolah. Tentu saja hal itu menambah
biaya bagi orang tua mereka yang menghendaki anak-anaknya cerdas dan
berpendidikan.
Desa-desa tersebut secara geografis
terisolasi hanya karena factor jalan yang sebenarnya sangat mudah diatasi.
Namun pemerintah, baik pemkab Pandeglang maupun pemprov Banten tak pernah
merasa berempati untuk meringankan beban masyarakat. DPRD sendiri sebagai
lembaga perwakilan rakyat tak pernah berusaha memperjuangkan penderitaan rakyat
yang memilihnya di desa-desa tersebut. Janji-janji politik tidak pernah
terwujud di sini dan hanya membuat masyarakat semakin frustasi.
Alasan pemerintah sering mengada-ada dan
absurd, yaitu sensitivita pembangunan terhadap kawasan konservasi Ujung Kulon.
Jika jalan itu dibangun, maka pendatang makin banyak, dan tingkat pencurian
terhadap sumber daya hutan, baik tumbuhan maupun hewan akan meningkat.
Prasangka buruk pemerintah itu sulit dibuktikan, karena tingkat keamanan oleh
kepolisian cenderung semakin mantap. Justru kerusakan kawasan konservasi itu
jauh lebih parah dilakukan oleh internal melalui proyek badak jawa.
Belum lama ini project yang mengatan namakan
pelestarian badak jawa (JRSCA) telah melakukan perusakan kawasan sepanjang 27
kilometer dengan tingkat penebangan secara besar-besaran di kawasan Gunung
Honje. Ribuan kayu local yang berumur ratusan tahun ditumbangkan, dan sampai
sekarang kayu-kayu itu tidak jelas juntrungannya, menghilang tanpa dasar hokum
yang jelas.
Setelah itu dilakukan clearing untuk pembangunan jalan sepanjang 27 kilometer dengan
lebar badan jalan 9-10 meter dari Cilintang sampai Aermokla, Gunung Honje.
Belum lagi penebangan akibat kesalahan jalur. Lebih 3 kilometer penebangan yang
salah jalur ini dilakukan oleh pelaksana projek di beberapa tempat. Berbagai
jenis kayu local yang ditebang itu: Laban (Vitetek pubescens), Sempur (Dillania Indica), Bungur (Laqerstremis
spaciose), Heucit (Baccaurea
javaica) dan Jati local (Tektana
grandis). Sebagian pohon-pohon itu tergolong endemik. Namun kini kayu
hasil tebangan itu satu persatu menghilang dari tempatnya.
LSM – Yayasan Badak Indonesia (Yabi) – dengan
mengatasnamakan penyelamatan badak Jawa (Rhinoceros
sondaicus) telah pula membabat ratusan hektar hutan yang dipadati
tegakan pohon langkap (Arengan
obtusifolia), karena dianggap ancaman terhadap tanaman pakan badak jawa.
Tetapi Jenis-jenis pohon lain yang hidup di sekitarnya ditebas pula. Pembabatan
pohon langkap memang secara teoritik menguntungkan bagi badak jawa, tetapi
merugikan bagi satwa sejenis burung dan satwa mamalia lain yang menyukai
buahnya.
Rupanya pemikiran dan paradigm diskriminatif
itu telah tumbuh berkembang dalam manajemen konservasi di Ujung Kulon. Ini
adalah persoalan yang tidak hanya mengandung potensi konflik social, juga
cenderung mengabaikan norma hukum dan hak-hak azasi manusia (HAM).
Lisdes
Lebih prihatin lagi dialami oleh warga yang
tinggal di Kampung Salam, Peuteuy dan Cikaung Girang, Desa Ujungjaya, Kecamatan
Sumur. Lebih dari 42 kepala keluarga (KK) belum mengalami penerangan listrik.
Ketika program Lisdes berusaha menjangkau masyarakat di kampung Peutey dan
Kampung Salam, Desa Ujungjaya, petugas Balai Taman Nasional Ujung Kulon
langsung mencegahnya. Tidak jelas alasannya mengapa masyarakat di wilayah ini
dilarang menikmati listrik. Padahal secara akal sehat, listrik dan konservasi
tidak saling berhubungan secara langsung.
Sebanyak 17 tiang listrik di Kampung Peuteuy,
Salam dan Cikaung Girang oleh petugas Balai TNUK disuruh dibongkar. Bahkan
beberapa kali pihak petugas dari Balai TNUK dengan menggunakan “jawara”
setempat meminta tanda tangan penduduk untuk bersedia dan rela tiang-tiang
listrik itu dibongkar. Namun masyarakat tetap tidak bersdia untuk menyetujuinya.
Sudah tujuh bulan tiang-tiang listrik itu
hanya berdiri tanpa lampu. Masyarakat berharap dapat menikmati listrik. Namun
sampai sekarang mereka masih hidup dalam kegelapan. Kondisi ini sungguh
memprihatinkan, mereka diperlakukan secara tidak adil dan diskriminatif. Tentu
saja banyak diantara warga yang memiliki anak sekolah, meskpun hanya SD.
Terbayangkan betapa beratnya beban kehidupan mereka di tengah ketidakadilan
social dalam hal mengejar prestasi pendidikan dibandingkan dengan
teman-temannya yang orang tuanya dapat menikmati energy listrik. Secara
psikologis jelas berbeda antara prestasi anak sekolah yang mendapat dukungan
fasilitas listrik dengan kehidupan ana-anak yang tidak/belum terjangkau listrik
dalam hal pendidikan. Perbedaan ini seperti tidak penting bagi masa depan
bangsa yang akan jauh lebih berat dirasakan oleh anak-anak pada zamannya, yang
tentu berbeda dengan orang tua mereka. Tetapi pihak TNUK tidak juga berempati
terhadap nasib masyarakat. Seorang teman berguyon, “kita maklum pada sikap
orang-orang Balai TNUK seperti itu, karena terbiasa hidup berteman dengan badak
jawa, yang soliter”. Justru sikap inilah yang menciptakan disparitas
pembangunan yang maju dan yang terbelakang.
***
Penulis adalah Tinggal di Banten
http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi
http://www.anneahira.com/diskriminasi.htm
http://artikelhermanfauzi.blogspot.com/2012/12/diskriminasi-sosial-di-ujung-kulon.html